Konsep Produksi dan Konsep Distribusi Dalam Islam
Konsep Produksi Dalam Islam
Sebagaimana telah diuraikan pada bahasan sebelumnya bahwa kegiatan produksi dalam ekonomi dapat diartikan suatu kegiatan yang menciptakan kegunaan atau manfaat (utility), baik dimasa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Kegunaan (Utility) yang dibuat dalam produksi adalah kegunaan bentuk, waktu, dan kepemilikan (Abdurrahman, 2003: 351). Dengan pengertian secara luas tersebut, kegiatan produksi sering dipahami sebagai kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan keseharian manusia.
Produksi merupakan urat nadi dari kegiatan ekonomi. Walaupun demikian, pembahasan tentang produksi dalam ilmu ekonomi konvensional senantiasa mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan utama.
Secara garis besarnya, produksi merupakan proses menghasilkan suatu barang dan jasa atau proses peningkatan utility (nilai) suatu benda. Akan tetapi, dalam ekonomi Islam, ada beberapa nilai yang membuat sistem produksi sedikit berbeda, dimana barang yang ingin diproduksi dan proses produksi serta proses distribusi harus sesuai dengan nilai-nilai syariah. (Marthon, 2001:43)
Konsep Islam mengenai produksi kekayaan memiliki basis yang sangat luas. Tuhan telah menciptakan manusia dan mengetahui hakikat manusia itu yang menyukai kekayaan dengan keinginan untuk mengakumulasi (menambah), memiliki serta menikmatinya (QS. Ali Imran [3]: 14, Luqman [31]:20, an-Najm [59]: 39-41, al-Baqarag [2]: 198, al-Jumu'ah [62]: 10. Konsep produksi dalam ekonomi Islam sangat mementingkan harmonisasi antara kepentingan individu (self interest) dan kepentingan sosal (social interest) melalui kerja sama dan kepercayaan ketimbang kompetisi (persaingan). Seorang produsen Muslim tidak dibenarkan jika hanya mengutamakan keuntungan untuk dirinya sendiri, akan tetapi ia juga harus memperhatikan kebutuhan masyarakat, sehingga didapat tingkat kesejahteraan yang diidealkan.
Di dalam Islam tidak dibenarkan adanya suap menyuap. Tujuan Islam melarang suap (risywah) agar setiap orang mendapatkan hak, upah, prestasi itu dari kerja, produktivitas, kondisi riil, dan amal nyata. Jika setiap pekerjaan itu ditunaikan dengan sebaik-baiknya, maka ia berhak mendapatkan reward yang lebih baik pula (Karim dan Sahroni, 2015: 203-204).
Islam juga melindungi harta anak yatim dan safieh (orang yang tidak sanggup menjaga hartanya) dan melarang dengan tegas bagi siapapun memakan harta anak yatim dan safieh. Hal ini bertujuan agar hak milik seseorang betul-betul terjaga dari tindakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga melahirkan kemaslahatan bersama dan terhindar dari kekacauan di masyarakat. Oleh karena itu, Islam memberikan sanksi hukum yang cukup berat terhadap siapa saja yang berani melanggar hak milik seseorang, misalnya pencurian, perampokan, penyerobotan, dan penggelapan.
Konsep Distribusi
Distribusi pendapatan adalah salah satu bahasan yang sering didiskusikan dalam ekonomi yang dapat di dilihat melalui berbagai macam sudut pandang, seperti secara personal, fungsional, temporar, dan regional. Pada ekonomi modern lebih menekankan bahasan diskusi pada distribusi fungsional. Sementara itu pendekatan Islam lebih memusatkan pada distribusi personal, walaupun tetap memperhatikan distribusi fungsional, sebab distribusi personal akan menjadi lebih merata jika fungsional dalam masyarakat mengalami perbaikan (Hoetoro, 2007:133). Dalam hal pendistribusian harta kekayaan, Al-Qur'an telah menetapkan langkah-langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat secara objektif (Rozalinda, 2014:132).